KONFLIK NASABAH DENGAN BANK CENTURY
Kasus Bank Century terus menggelinding sebagai isu panas minggu ini. Pasalnya bank milik Robert Tantular itu telah memicu konflik terbuka antara Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Terkesan aneh, mengingat seorang menteri bertindak 'terlalu' berani terhadap atasan. Ada apa sebenarnya?
Kasus dana talangan yang diberikan kepada Bank Century mencapai Rp 6,7 triliun (bahkan bisa lebih banyak) itu ternyata tidak mendapat persetujuan dari Wapres K sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap perjalanan dinamika perekonomian bangsa ini. Apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur.
Kini persoalan Bank Century hampir pasti mengkuti pola dan kesalahan yang dilakukan pemerintah pada BLBI pertama tahun 1998, ketika pemerintah memberikan bail-out kepada bank-bank yang dananya dirampok oleh pemiliknya sendiri dan menjadikan pemerintah sebagai penjamin, tameng, dan atau bodyguard untuk keamanan semuanya.
Menarik untuk mencermati tentang dana talangan atau bail-out Bank Century yang membengkak menjadi Rp 6,7 triliun. Secara institusi, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengaku telah mengkonsultasikan tambahan suntikan dana tersebut kepada Bank Indonesia (sebagai regulator). Dalam hal ini, penambahan dana dilakukan karena Bank Century tidak memiliki rasio kecukupan modal (CAR).
Sebagai catatan, CAR Bank Century per 31 Oktober 2008 telah minus dari 3,25% anjlok menjadi -35,92%. Dengan demikian, LPS
menyuntikkan dana segar atau penyertaan modal menjadi 10%. Dana yang dibutuhkan untuk hal ini mencapai Rp 2,77 triliun. Dalam perkembangannya, LPS per 31 Desember 2008 juga kembali menutup kebutuhan likuiditas Bank Century dengan menyuntik dana segar sebesar Rp 2,201 triliun.
Lebih lanjut, pada bulan Februari 2009, cash money terus disuntik sebesar Rp 1,55 triliun dan Rp 630
miliar. Dengan demikian total keseluruhan dana yang disuntikkan LPS ke Bank Centuy adalah Rp 6,7 triliun, sebuah jumlah yang fantastis dan rekor bagi pemerintah.
Persoalan muncul ketika ada yang mempertanyakan bagaimanakah nasib duit rakyat sebesar Rp 6,7 triliun? Mengapa dana sebesar itu dengan mudah diberikan oleh pemerintah? Atas pertimbangan apakah BI merekomendasi untuk melakukan bail-out (dana talangan) kepada institusi bodong seperti Bank Century?
Tidakkah BI belajar banyak dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLIBI) yang telah merugikan negara mencapai Rp 600 triliun yang hingga kini bahkan sampai 20 tahun mendatang rakyat harus membayarnya dengan bunga dan pokok sebesar Rp 60 triliun melalui APBN? Di manakah tanggung jawab BI sebagai badan pengawas perbankan nasional?
Kini, setelah masalah Bank Century menjadi bahan diskusi publik, pemerintah harus tetap terbuka. Menkeu dan Gubernur BI harus bertanggung jawab atas 'tragedi' ekonomi jilid dua yang menimpa bangsa ini. Pengelolaan ekonomi dan aset republik sudah saatnya
dilakukan dengan jujur dan berkeadilan. Kita telah bosan disuguhi dengan teatrikal dan drama palsu pengelolaan ekonomi dan aset bangsa. Negara tidak boleh mempermainkan rasa keadilan kepada rakyatnya.
Andai dana Rp 6,7 triliun disuntik untuk program public services seperti kesehatan dan pendidikan, sungguh begitu banyak
rakyat yang bersyukur, karena tertolong kebaikan hati pemerintah. Kini, langkah strategis yang harus dilakukan oleh pemangku kepentingan dalam bidang ekonomi adalah segera bertobat atas perbuatannya dan meminta maaf secara terbuka kepada pewaris sah kedaulatan, rakyat Indonesia. Lebih dari itu, sikap jantan JK atas tragedi Bank Century patut diacungi jempol.
sumber
follow up
Tidak ada komentar:
Posting Komentar