Mendengar kata konflik bukanlah sesuatu kata yang baru atau juga telah usang ditelinga kita. Siapapun pastilah pernah mendengar,melihat, dan mengalami bahkan mengatasi konflik, baik konflik internal maupun konflik eksternal. Bagi sebagian orang konflik dipandang sebagaii seseuatu yang buruk atau selalu memiliki konotasi negatif. Konflik sering dihubungkan dengan pertengkaran, perkelahian,pengrusakkan, perpecahan dan lain sebagainya. Contohnya adalah konflik di Aceh, di Poso, konflik dalam organisasi seperti konflik di partai kebangkitan bangsa antara Gusdur dengan Muhaimin Iskandar dan lain-lain. Ataupun apabila kita mendengar ada konflik didalam pelayanan, kita sudah segera mengetahui apa yang dimaksudkan, dan sebaliknya juga konflik tidak selalu membawa hal yang buruk tapi ada juga makna ataupun nilaii positif dari konflik itu. Konflik selalu melibatakan dua atau lebih sisi yang berlawanan, baik itu berhubungan dengan orang, peraturan, budaya, maupun benda-benda tertentu. Jikalau demikian halnya yang menjadi pertanyaan bagi kita “apakah konflik seuatu hal yang perlu kita hindari?”
Untuk menjawab pertanyaan itu maka terlebih dahulu kita harus berada pada pemahaman yang sama tentang makna konflik itu. Secara umum konflik diartikan sebagaii percekcokkan; perselisihan, pertentangan, atau ketegangan. Contoh sederhanya adalah konflik batin, yang artinya bahwa dalam diri seseorang terdapat dua atau lebih gagasan atau keinginan yang bertentangan seperti dalam memilih “tujuan hidup”-mengikuti keinginan duniawi atau mengikuti “jalan yang benar”. Hal ini biasanya akan mempengaruhi tingkah laku seseorang trsebut. Contoh lain yang dapat kita lihat atau alami langsung adalah konflik sosial yang artinya terdapat pertentangan/perlawanan /persaingan antar anggota masyarakat yang sifatnya universal. Konflik dapat terjadi apabila pihak-pihak yang bertentangan saling bertemu dan berbenturan.
Suatu perbedaan, ataupun yang bertentangan (berlawanan) jika dikelola dengan baik dan tepat (asal tidak berbenturan) akan memberikan dampak yang positif. Salah satu contohnya, didalam ilmu pengetahuan , aliran listrik pada dua kutub yang berbeda yang terdapat dalam sebuah baterai akan mengahasilkan tegangan (jangan dikontak langsung, akan terjadii hubungan pendek) yang dapat diperlukan untuk untuk menghasilkan aliran listrik. Jikalau hasil tegangan ini dikelola, diarahkan, diatur sedemikian rupa , tentu akan memberikan manfaat yang berguna untuk menerangi, ketika tegangan itu meneurun/hilang, maka terang suatu lampu juga hilang (padam). Contoh-contoh diatas sapat menjadi bahan atau dasar pemikiran bagi kita tentang makna dan pengaruh positif dan negatif suatu konflik.Dalam tulisan ini penulis mencoba meminjam definisi konflik yang dibuat oleh Stephen Robbins yang mengatakan bahwa “konflik (pertentangan) adalah suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah atau akan segera mempengaruhi secara negatif sesuatu yang menjadi perhatian pihak pertama. Artinya bahwa apabila dalam suatu kegiatan yang sedang berlangsung terdapat titik interaksi (titik permasalahan dalam hubungan satu dengan lainnya) yang saling bersilangan, maka titik tersebut berpotensi menimbulkan konflik antar pihak. Kemungkinan konflik yang terjadi dapat berbentuk/sifatnya kasar, terbuka, dan penuh kekerasan atau halus yang diwujudkan dalam ketidaksepakatan. Barangkali definisi diatas menambah pengetahuan atau membuka mata kita dalam memandang suatu konflik. Mungkin saja selama ini kita memiliki pandangan bahwa konflik sesuatu yang buruk (negatif/merugikan) sehingga harus dihindari akibat dari pada komunikasi yang buruk, kurang keterbukaan, kepercayaan antar orang-orang dengan para pemimpin ataupun mitra dan sebaliknya pimpinan tidak tanggap terhadap kebutuhan para bawahannya. Ataupun juga menganut pandangan bahwa konflik adalah kejadian yang wajar/tidak terhindarkan dalam organisasi sehingga harus diterima karena dapat dijadikan pendorong kinerja kelompok/organisasi itu sendiri. Maupun pandangan lainnya yang menganggap konflik adalah hal yng mutlak perlu dalam organisasi /kelompok agar kinerjanya efektif, karena adanya keterbukaan dalam menerima gagasan atau ide-ide segar dan baru yang muncul, yang pada akhirnya organisasi tidak bersifat kaku, demokratis, atau “yes man” dapat diminimalkan. Terlepas apa dan darimana kita memandang suatu konflik, namun yang perlu kita perhatikan bahwa secara umum konflik dalam organisasi/kelompok terjadi apabila terdapat dua atau lebih hal/pendapat yang berbeda atau bertentangan yang tidak dapat dikompromikan. Dan apabila masing-masing pihak yang berbeda pendapat itu bersih keras memaksakan pendapatnya sendiri atau kelompoknya, maka peluang terjadinya konflik yang berkepanjangan akan bisa terjadi dan menimbulkan perpecahan dalam kelompok/organisasi itu sendiri yang pada akhirnya juga akan menghambat kinerja organisasi/kelompok apabila konflik yang terjadi tersebut tidak diatasi dengan baik dan tepat. Dan hal ini dapat terjadi diorganisasi manapun tidak terkecuali organisasi pelayanan atau gereja.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar