Kamis, 02 Desember 2010

FENOMENA BENCANA ALAM DI INDONESIA

GUNUNG MERAPI

Posisi geografis kawasan TN Gunung Merapi adalah di antara koordinat 07°22'33" - 07°52'30" LS dan 110°15'00" - 110°37'30" BT. Sedangkan luas totalnya sekitar 6.410 ha, dengan 5.126,01 ha di wilayah Jawa Tengah dan 1.283,99 ha di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan TN G Merapi tersebut termasuk wilayah kabupaten-kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten di Jawa Tengah, serta Sleman di Yogyakarta. Gunung ini merupakan gunung api aktif, bahkan teraktif di dunia karena periodisitas letusannya relatif pendek (3-7 tahun).
Kegiatan vulkanik Gunung Merapi sudah diamati sejak tahun 1953. Selain di kantor Balai Penyelidikan dan Pengamatan Teknologi Kegunungapin (BPPTK) Jogjakarta sebagai Main Office , ada 5 (lima) Pos Pengamatan Gunungapi (Pos PGA) yang mengelilingi G. Merapi yang dikhususkan mengamati gerak gerik G. Merapi dari waktu ke waktu secara visual serta dilengkapi beberapa peralatan standard antara lain seperangkat seismograf sebagai pelengkap atau peralatan khusus yang mengharuskan dilakukan pengukuran secara langsung terhadap gunungapi, misalnya Deformasi dan COSPEC. Peralatan lainnya diinstal di Kantor BPPTK, Jogjakarta.Peralatan-peralatan yang dipergunakan untuk memantau kegiatan vulkanik Gunung Merapi adalah seismograf, deformasi, COSPEC, magnetometer, infrasonic.
Berdasarkan sejarah, Gunung Merapi mulai tampil sebagai gunungapi sejak tahun 1006, ketika itu tercatat sebagai letusannya yang pertama (Data Dasar Gunungapi Indonesia, 1979). Sampai Letusan Februari 2001, sudah tercatat meletus sebanyak 82 kejadian. Secara rata-rata Merapi meletus dalam siklus pendek yang terjadi setiap antara 2 – 5 tahun, sedangkan siklus menengah setiap 5 – 7 tahun. Siklus terpanjang pernah tercatat setelah mengalami istirahat selama >30 tahun, terutama pada masa awal keberadaannya sebagai gunung api. Memasuki abad 16 catatan kegiatan Merapi mulai kontinyu dan terlihat bahwa, siklus terpanjang pernah dicapai selama 71 tahun ketika jeda antara tahun 1587 dan kegiatan 1658.
Sejak awal sejarah letusan Gunung Merapi sudah tercatat bahwa tipe letusannya adalah pertumbuhan kubah lava kemudian gugur dan menghasilkan awanpanas guguran yang dikenal dengan Tipe Merapi ( Merapi Type ). Kejadiannya adalah kubah lava yang tumbuh di puncak dalam suatu waktu karena posisinya tidak stabil atau terdesak oleh magma dari dalam dan runtuh yang diikuti oleh guguran lava pijar. Dalam volume besar akan berubah menjadi awanpanas guguran ( rock avalance ), atau penduduk sekitar Merapi mengenalnya dengan sebutan wedhus gembel , berupa campuran material berukuran debu hingga blok bersuhu tinggi (>700 o C) dalam terjangan turbulensi meluncur dengan kecepatan tinggi (100 km/jam) ke dalam lembah. Puncak letusan umumnya berupa penghancuran kubah yang didahului dengan letusan eksplosif disertai awanpanas guguran akibat hancurnya kubah. Secara bertahap, akan terbentuk kubahlava yang baru.
Hartman (1935) membuat simpulan tentang siklus letusan Gunung Merapi dalam 4 kronologi yaitu:
Kronologi1.
Diawali dengan satu letusan kecil sebagai ektrusi lava. Fase utama berupa pembentukan kubahlava hingga mencapai volume besar kemudian berhenti. Siklus ini berakhir dengan proses guguran lava pijar yang berasal dari kubah yang terkadang disertai dengan awanpanas kecil yang berlangsung hingga bulanan.
Kronologi2.
Kubahlava sudah sudah terbentuk sebelumnya di puncak. Fase utama berupa letusan bertipe vulkanian dan menghancurkan kubah yang ada dan menghasilkan awanpanas. Kronologi 2 ini berakhir dengan tumbuhnya kubah yang baru. Kubah yang baru tersebut menerobos tempat lain di puncak atau sekitar puncak atau tumbuh pada bekas kubah yang dilongsorkan sebelumnya.
Kronologi3.
Mirip dengan kronologi 2, yang membedakan adalah tidak terdapat kubah di puncak, tetapi kawah tersumbat. Akibatnya fase utama terjadi dengan letusan vulkanian disertai dengan awanpanas besar (tipe St. Vincent ?). Sebagai fase akhir akan terbentu kubah yang baru.
Kronologi4.
Diawali dengan letusan kecil dan berlanjut dengan terbentuknya sumbatlava sebagai fase utama yang diikuti dengan letusan vertikal yang besar disertai awanpanas dan asap letusan yang tinggi yang Bahaya Letusan Merapi
Bahaya letusan gunung api terdiri atas bahaya primer dan bahaya sekunder.Bahaya Primer adalah bahaya yang langsung menimpa penduduk ketika letusan berlangsung. Misalnya, awanpanas, udara panas ( surger ) sebagai akibat samping awanpanas, dan lontaran material berukuran blok (bom) hingga kerikil. Sedangkan bahaya sekunder terjadi secara tidak langsung dan umumnya berlangsung pada purna letusan, misalnya lahar, kerusakan lahan pertanian/perkebunan atau rumah.
Tingkat bahaya dari suatu gunung api sangat tergantung dari kerapatan dari suatu letusan dan kepadatan penduduk yang bermukim di sekitar gunungapi tersebut.
Yang terakhir sangat terkait dengan aktifitas penduduk tersebut berinteraksi dengan lingkungnannya, yaitu gunungapi. Untuk menekan jatuhnya korban jiwa manusia, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menerbitkan Peta Daerah Bahaya. Untuk kawasan G. Merapi. Peta Daerah Bahaya tersebut dibagi atas tiga daerah, masing-masing Daerah Terlarang , adalah daerah yang sangat berpotensi terkena letusan langsung (bahaya primer), Daerah Bahaya Satu , bila letusan besar dapat terlanda lontaran material pijar berukuran bom atau kerikil, dan yang terakhir adalah Daerah Bahaya Dua adalah daerah yang sangat berpotensi terlanda lahar.
Status terkini
2006
Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat yang telah disediakan.
Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4 juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah Merapi.
1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat, tiga hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini.
8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09:03 WIB meletus dengan semburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat aman. Hari ini tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi sekitar pukul 09:40 WIB. Semburan awan panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman.

2010
20 September, Status Gunung Merapi dinaikkan dari Normal menjadi Waspada oleh BPPTK Yogyakarta. 21 Oktober, Status berubah menjadi Siaga pada pukul 18.00 WIB. 25 Oktober, BPPTK Yogyakarta meningkatkan status Gunung Merapi menjadi Awas pada pukul 06.00 WIB. 26 Oktober, Gunung Merapi memasuki tahap erupsi. Menurut laporan BPPTKA, letusan terjadi sekitar pukul 17.02 WIB. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan diiringi keluarnya awan panas setinggi 1,5 meter yang mengarah ke Kaliadem, Kepuharjo. Letusan ini menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km.[3] 27 Oktober 2010 Gunung Merapi pun meletus. Dari sekian lama penelitian gunung teraktif di dunia ini pun meletus.


referensi : Scribd.com